Jumat, 11 Mei 2012


PATOFISIOLOGI BATUK
Batuk merupakan upaya pertahanan paru terhadap berbagai rangsangan yang ada. Batuk adalah refleks normal yang melindungi tubuh kita. Tentu saja bila batuk itu berlebihan, ia akan menjadi amat mengganggu. Penelitian menunjukkan bahwa pada penderita batuk kronik didapat 628 sampai 761 kali batuk/ hari. Penderita TB paru jumlah batuknya sekitar 327 kali/hari dan penderita influenza bahkan sampai 154.4 kali/hari.
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan bahwa batuk kronik banyak berhubungan dengan kebiasaan merokok. Dua puluh lima persen dari mereka yang merokok 1/2 bungkus/hari akan mengalami batuk-batuk, sementara dari penderita yang merokok 1 bungkus per hari akan ditemukan kira-kira 50% yang batuk kronik. Sebagian besar dari perokok berat yang merokok 2 bungkus/hari akan mengeluh batuk-batuk kronik. Penelitian berskala besar di AS juga menemukan bahwa  22% non perokok juga menderita batuk yang antara lain disebabkan oleh penyakit kronik, polusi udara dan lain-lain.
DEFINISI
Batuk dalam bahasa latin disebut tussis adalah refleks yang dapat terjadi secara tiba-tiba dan sering berulang-ulang yang bertujuan untuk membantu membersihkan saluran pernapasan dari lendir besar, iritasi, partikel asing dan mikroba. Batuk dapat terjadi secara sukarela maupun tanpa disengaja.
Batuk merupakan suatu tindakan refleks pada saluran pernafasan yang digunakan untuk membersihkan saluran udara atas. Batuk kronis berlangsung lebih dari 8 minggu yang umum di masyarakat. Penyebab termasuk merokok, paparan asap rokok, dan paparan polusi lingkungan, terutama partikulat.
REFLEKS BATUK
Refleks batuk terdiri dari 5 komponen utama; yaitu reseptor batuk, serabut saraf aferen, pusat batuk, susunan saraf  eferen dan efektor. Batuk bermula dari suatu rangsang pada reseptor batuk. Reseptor ini berupa serabut saraf non mielin halus yang terletak baik di dalam maupun di luar rongga toraks. Yang terletak di dalam rongga toraks antara lain terdapat di laring, trakea, bronkus dan di pleura. Jumlah reseptor akan semakin berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil, dan sejumlah besar reseptor didapat di laring, trakea, karina dan daerah percabangan bronkus. Reseptor bahkan juga ditemui di saluran telinga, lambung, hilus, sinus paranasalis, perikardial dan diafragma.
Serabut aferen terpenting ada pada cabang nervus vagus, yang mengalirkan rangsang dari laring, trakea, bronkus, pleura, lambung dan juga rangsang dari telinga melalui cabang Arnold dari n. Vagus. Nervus trigeminus menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan rangsang dari perikardium dan diafragma.
Tabel 1. Komponen refleks batuk
Reseptor
AferenPusat batukEferenEfektor
LaringTrakea
Bronkus
Telinga
Pleura
Lambung
Hidung
Sinus paranasalis
Faring
Perikardium
Diafragma
Cabang nervus vagusNervus trigeminus
Nervus glosofaringwus
Nervus frenikus
Tersebar merata di medula oblongata dekat pusat pernafasan, di bawah kontrol pusat yang lebih tinggiNervus vagusNervus frenikus intercostal dan lumbaris
Saraf-saraf trigeminus, fasialis, hipoglosus, dan lain-lain
Laring. Trakea dan bronkusDiafragma, otot-otot intercostal, abdominal, dan otot lumbal
Otot-otot saluran nafas atas, dan otot-otot bantu nafas
Serabut aferen membawa rangsang ini ke pusat batuk yang terletak di medula oblongata, di dekat pusat pemapasan dan pusat muntah. Kemudian dari sini oleh serabut-serabut eferen n. Vagus, n. Frenikus, n. Interkostal dan lumbar, n. Trigeminus, n. Fasialis, n. Hipoglosus dan lain-lain menuju ke efektor. Efektor ini terdiri dari otot-otot laring, trakea, brrmkus, diafragma, otot-otot interkostal dan lain-lain. Di daerah efektor inilah mekanisme batuk kemudian terjadi.
PENYEBAB BATUK
Batuk dapat terjadi akibat berbagai penyakit/proses yang merangsang reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan-keadaan psikogenik tertentu. Tentunya diperlukan pemeriksaan yang seksama untuk mendeteksi keadaan-keadaan tersebut. Dalam hal ini perlu dilakukan anamnesis yang baik, pemeriksaan fisik, dan mungkin juga pemeriksaan lain seperti laboratorium darah dan sputum, rontgen toraks, tes fungsi paru dan lain-lain.
Tabel 2. Beberapa penyebab batuk
Iritan :
  • Rokok
  • Asap
  • SO2
  • Gas di tempat kerja
Mekanik :
  • Retensi sekret bronkopulmoner
  • Benda asing dalam saluran nafas
  • Postnasal drip
  • Aspirasi
Penyakit paru obstruktif :
  • Bronkitis kronis
  • Asma
  • Emfisema
  • Fibrosis kistik
  • Bronkiektasis
Penyakit paru restriktif :
  • Pnemokoniosis
  • Penyakit kolagen
  • Penyakit granulomatosa
Infeksi :
  • Laringitis akut
  • Bronkitis akut
  • Pneumonia
  • Pleuritis
  • Perikarditis
Tumor :
  • Tumor laring
  • Tumor paru
Psikogenik
MEKANISME BATUK
Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi (literatur lain membagi fase batuk menjadi 4 fase yaitu fase iritasi, inspirasi, kompresi, dan ekspulsi). Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba-tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu.
Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glotis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasi sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Penelitian lain menyebutkan jumlah udara yang dihisap berkisar antara 50% dari tidal volume sampai 50% dari kapasitas vital. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah.
Gambar 1. Skema diagram menggambarkan aliran dan perubahan tekanan subglotis selama, fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi batuk
Setelah udara di inspirasi, maka mulailah fase kompresi dimana glotis akan tertutup selama 0,2 detik. Pada masa ini, tekanan di paru dan abdomen akan meningkat sampai 50 ­ 100 mmHg. Tertutupnya glotis merupakan ciri khas batuk, yang membedakannya dengan manuver ekspirasi paksa lain karena akan menghasilkan tenaga yang berbeda. Tekanan yang didapatkan bila glotis tertutup adalah 10 sampai 100% lebih besar daripada cara ekspirasi paksa yang lain. Di pihak lain, batuk juga dapat terjadi tanpa penutupan glotis.
Gambar 2. Fase Batuk
Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsunglah fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita kenal. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 30­50 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80%.
KOMPLIKASI
Komplikasi tersering adalah keluhan non spesifik seperti badan lemah, anoreksia, mual dan muntah. Mungkin dapat terjadi komplikasi-komplikasi yang lebih berat, baik berupa kardiovaskuler, muskuloskeletal atau gejala-gejala lain.
Pada sistem kardiovaskuler dapat terjadi bradiaritmia, perdarahan subkonjungtiva, nasal dan di daerah anus, bahkan ada yang melaporkan terjadinya henti jantung. Batuk-batuk yang hebat juga dapat menyebabkan terjadinya pneumotoraks, pneumomediastinum, ruptur otot-otot dan bahkan fraktur iga.
Komplikasi yang sangat dramatis ­ tetapi jarang terjadi ­ adalah Cough syncopeatau Tussive syncope. Keadaan ini biasanya terjadi setelah batuk-batuk yang paroksismal dan kemudian penderita akan kehilangan kesadaran selama ± 10 detik. Cough syncope terjadi karena peningkatan tekanan serebrospinal secara nyata akibat peningkatan tekanan intratoraks dan intraabdomen ketika batuk.
Gambar 3. Koplikasi Batuk
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
Batuk pada anak-anak bisa berupa refleks fisiologis yang normal atau karena penyakit yang mendasari.  Pada anak-anak yang sehat mungkin normal tanpa adanya penyakit dapat ditemukan batuk sepuluh kali dalam sehari. Penyebab paling umum dari batuk subakut akut adalah infeksi saluran pernafasan virus. Pada orang dewasa dengan batuk kronis (> 8 minggu) lebih dari 90% kasus disebabkan oleh pasca tetes hidung, asma, bronkitis, dan penyakit refluks gastroesophageal.


Rabu, 09 Mei 2012


Syok Hipovolemik

( Penatalaksanaan Syok Hipovolemik )


Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun perdarahan yang tidak terlihat. Perdarahan yang terlihat, perdarahan dari luka, atau hematemesis dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak terlihat, misalnya perdarahan dari saluran cerna, seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok Hipovolemik
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik juga dapat terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan banyak cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretik kuat, dapat terjadi kehilangan cairan karena diuresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pankreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume, kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang, tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ lain seperti ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial.
Dengan demikain, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang. Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dsb) dan cairan garam seimbang.
Penatalaksanaan Syok Hipovolemik
Pasang satu atau lebih jalur infus intravena no. 18/16. Infus dengan cepat larutan kristaloid atau kombinasi larutan kristaloid dan koloid sampai vena (v. jugularis) yang kolaps terisi. Sementara, bila diduga syok karena perdarahan, ambil contoh darah dan mintakan darah. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah udem paru, terutama pasien tua. Perhatian harus ditujukan agar jangan sampai terjadi kelebihan cairan.


Pemantauan yang perlu dilakukan dalam menentukan kecepatan infus: 

Nadi: nadi yang cepat menunjukkan adanya hipovolemia.
Tekanan darah: bila tekanan darah < 90 mmHg pada pasien normotensi atau tekanan darah turun > 40 mmHg pada pasien hipertensi, menunjukkan masih perlunya transfusi cairan.
Produksi urin. Pemasangan kateter urin diperlukan untuk mengukur produksi urin. Produksi urin harus dipertahankan minimal 1/2 ml/kg/jam. Bila kurang, menunjukkan adanya hipovolemia. Cairan diberikan sampai vena jelas terisi dan nadi jelas teraba. Bila volume intra vaskuler cukup, tekanan darah baik, produksi urin < 1/2 ml/kg/jam, bisa diberikan Lasix 20-40 mg untuk mempertahankan produksi urine. Dopamin 2–5 µg/kg/menit bisa juga digunakan pengukuran tekanan vena sentral (normal 8–12 cmH2O), dan bila masih terdapat gejala umum pasien seperti gelisah, rasa haus, sesak, pucat, dan ekstremitas dingin, menunjukkan masih perlu transfusi cairan.

Kesimpulan
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama penderita mengalami syok.

Kamis, 03 Mei 2012


ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)
by. ners-anca-abdi.blogsot.com

1.      Pengertian ISPA
Menurut WHO, ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut, yang merupakan salah satu penyebab kematian pada anak, terutama di negara berkembang.
ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang dapat berlangsung selama 14 hari. 
ISPA adalah radang akut saluran pernapasan atas atau maupun bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus maupun riketsia tanpa atau disertai radang parenkim paru. (Hood Alsagaff, 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru)
ISPA adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang terdiri dari tiga unsur, yaitu : infeksi, saluran pernapasan dan akut.
a.    Infeksi adalah masuknya kumana atau mikroorganisme kedalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b.   Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adnekasanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
c.     Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. (A.Suryana, 2005. Buku Saku Keperawatan masalah Kesehatan Anak dan Balita)
2.      Etiologi ISPA
Menurut berbagai literatur ISPA disebabkan oleh bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA yaitu baketri Stafilococcus dan streptococcus dan virus yaitu virus influensa dan sinsitiavirus. Umumnya penyakit ini disebabkan oleh virus yang dalam perkembangannya diperberat oleh infeksi sekunder. Penyakit ini erat hubungannya dengan keadaan rumah yang lembab dan tanpa ventilasi yang cukup, perilaku kesehatan orang yang terinfeksi, alergi karena makanan, debu dan benda asing yang masuk.
3.      Patofisiologi ISPA
Mikroorganisme masuk kedalam saluran pernapasan menyebabkan infeksi pada sel-sel mukus saluran pernapasan sehingga menyebabkan sekresi mukus yang berlebihan. Tubuh melakukan perlawanan melalui reaksi antigen dan antibodi sehingga menimbulkan proses peradangan yang bisa menyebabkan sesak dan batuk. Demam terjadi karena adanya peningkatan Interleukin I (zat antigen) yang beredar dalam darah yang merangsang hipotalamus untuk menaikkan set poin.
4.      Manifestasi Klinik ISPA
Seseorang yang menderita ISPA bisa menunjukkan bermacam-macam tanda dan gejala seperti batuk, serak, sakit tenggorokan, sakit telinga, keluar cairan dari telinga, sesak nafas, suhu tubuh anak meningkat 38,5 0C, pernapasan yang cepat, nafas yang berbunyi, bisa mual, muntah, tidak mau makan dan badan lemah.
5.      Komplikasi ISPA
Jantung, emphysema dan atelektasis.
Saluran pernapasan atas berfungsi menghangatkan, melembabkan, dan menyaring udara. Dalam proses ini saluran pernapasan atas terpapar terhadap berbagai patogen yang dapat masuk dan tumbuh pada berbagai area tubuh patogen dapat bersarang dalam hidung, faring (terutama tonsil), laring atau trakhea dan dapat berpoliferasi jika daya tahan tubuh hospes rendah. Virus dengan mudah menular dari satu penjamu (Hospes) ke penjamu lainnya. 
Biasanya bakteri dan virus tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah, misalnya pada saat perubahan musim panas ke musim hujan. Bentuk saluran pernapasan atas pada anak berbeda jika dibandingkan dengan orang dewasa, yaitu bentuk lidah pada anak lebih besar. ”Nasovaring” dan ”Orovaring” atau ruang yang menghubungkan antara hidung dan mulut relatif pendek dan sempit.
Dinding dari saluran sistem pernapasan atas dilapisi mukosa yang saling berhubungan, sehingga infeksi atau masalah yang terjadi di suatu tempat dengan mudah bisa mempengaruhi bagian saluran pernapasan atas yang lainnya. Apabila terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena bakteri dan virus di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah, semakin besar dan semakin cepat. Infeksi pada saluran pernapasan tersebut, dapat menjalar ke paru-paru dan dapat menyebabkan sesak atau pernapasan terhambat, oksigen yang dihirup berkurang, anak menjadi kejang bahkan bila tidak segera ditolong bisa menyebabkan kematian. 
Bersin, batuk yang berdahak dan ingus atau lendir yang keluar dari hidung sebenarnya merupakan salah satu bentuk pertahanan tubuh untuk melawan bakteri dan kuman yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Batuk dan bersin merupakan mekanisme kerja bulu-bulu halus yang berada di permukaan saluran pernapasan dihidung dan tenggorokan melawan debu, bakteri, dan virus yang masuk supaya keluar dari tubuh. Apabila batuk juga disertai lendir atau skulum (dahak) yang berwarna hijau dan kental, hal itu menandakan terjadi infeksi dalam saluran tersebut.

 Klasifikasi ISPA berdasarkan derajat keparahan penyakit
1.      ISPA rigan atau non pneumonia   :   Penetalaksanaan cukup dengan perawatan dirumah tanpa prngobatan antimikroba.
2.   ISPA sedang atau pneumonia        :   Penatalaksanaan memerlukan pengobatan antibiotik, tetapi tidak perlu dirawat (rawat jalan).
3.   ISPA berat atau pneumonia berat   :    Segera masuk ke Rumah Sakit setelah pemberian antibiotik dosis awal. (WHO, 2002. Penanganan ISPA Pada Anak)
6.      Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA
a.       Faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya transmisi virus kepada penderita.
b.      Faktor ibu yang terinfeksi ISPA.
c.       Faktor dari anak sebagai penjamu (gizi kurang).
d.      Daya tahan tubuh anak yang rendah.
e.       Imunisasi yang tidak lengkap pada anak.
f.       Adanya wabah.
7.      Pencegahan ISPA
a.       Pemberian imunisasi yang lengkap.
b.      Berikan makanan yang bergizi pada anak sehingga status gizinya baik.
c.       Lingkungan di dalam rumah harus sehat, misalnya sirkulasi udara baik dan bebas dari debu.
d.      Jauhkan anak dari penderita yang terinfeksi ISPA.
8.      Penanganan ISPA
Klien yang terinfeksi ISPA ringan dapat dirawat dirumah dengan cara memberikan anak makanan yang bergizi dan tingkatkan pemberian cairan. Untuk klien yang terinfeksi ISPA sedang dapat ditangani unit rawat jalan, kecuali jika penyakit menjadi lebih parah dan membutuhkan perawatan. Penatalaksanaan keperawatan untuk kondisi lebih ditekankan pada penyuluhan kesehatan, istirahat yang cukup, banyak minum dan pencegahan infeksi lebih lanjut.